Kematian Penuh Hikmah: Jalan Menuju Kebaikan. Akhir-akhir ini berita kematian sering terdengar di sekitar saya. Labih tepatnya mereka yang meninggal tersebut adalah tetangga-tetangga saya meskipun blok rumahnya berbeda. Ada sekitar 7 berita kematian dalam kurun waktu dua minggu yang saya terima. Salah satunya adalah tetangga dekat saya, deretan barisan depan rumah.
Pagi itu setelah selesai adzan subuh, terdengar berita lelayu yang mengatakan bahwa warga blok depan rumah (meski nggak depan rumah persis, selisih 4 rumah deret) saya meninggal dunia. Meninggalnya sekitar jam 12 malam. Tentu saja saya dan pak suami terkejut. Pasalnya jam segitu malam itu, kami berdua masih duduk di depan televisi, tetapi tidak mendengar keributan apapun (ish…kebangeten ini sebenarnya). Kemudian kami berlari keluar dan menoleh ke arah nomor rumah yang disebutkan di berita lelayu tadi. Langsung saja rasa sedih menyelinap, pasalnya beliau yang wafat tersebut meninggalkan dua anak yang masih balita, bahkan bungsunya baru berusia 2 bulan. Bahkan kami tidak mendengar jika beliau yang wafat menderita suatu penyakit. Sungguh mengejutkan.
Setelah salat subuh usai, langsung saja kami bertakziyah di sana. Dalam ceritanya, bapak yang wafat tersebut sebelumnya tidak mengeluh apapun. Bahkan sorenya masih jalan-jalan sama kedua anaknya keliling kompleks. Bahkan malamnya dia masih sempat ngobrol-ngobrol di warung. Kata istrinya dia tidak mengeluh sakit apapun. Istrinya hanya terkejut ketika dia tiba-tiba kejang dan ketika dibawa ke rumah sakit, sudah tidak tertolong lagi. diagnosis dokter di rumah sakit menyatakan jika dia terkena penyakit jantung. Meski pada kenyataanya, bapak tersebut tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Orang-orang “dulu” mengatakannya sebagai angin duduk.
Saya jadi teringat berita kematian Mike Mohede yang juga terlihat sehat walafiat sebelumnya. Meninggal di saat tidur dan tidak tertolong saat dibawa ke rumah sakit. Terlebih usia bapak itu yang juga masih tergolong muda, 31 tahun.
Saya yang melayat dan menemani istrinya tak kuasa membendung air mata. Sedih banget rasanya. Saya tahu bagaimana sedihnya ditinggal ayah saat masih membutuhkannya.
Saya sungguh takjub dengan beliau yang wafat itu. Meskipun dia tergolong warga baru, belum genap setahun tinggal di lingkungan kami, tapi pelayatnya sungguh banyak. Dan tidak ada satupun yang mencelanya. Semua mengatakan bahwa bapak tersebut orang yang baik, baik kepada anak, istri dan juga tetangganya. Bahkan istrinya menyatakan di depan jasadnya bahwa dia adalah lelaki yang sangat baik, mungkin dia tidak akan menemukan lelaki sebaik suaminya.
Baca Juga :
- Mudah Mengatasi Masalah Bersama Aa’ Gym
- 5 Hal Sederhana Untuk Bahagia
- 5 Keinginan yang Belum Tercapai
Semua hal yang saya dengar dan lihat tersebut sungguh menyentak saya. Kemudian terbayang, bagaimana jika saya yang meninggal? Akankah orang-orang bersaksi bahwa saya adalah orang-orang baik, sedang dosa-dosa yang saya perbuat masih banyak tersembunyi? Bagaimana jika saya meninggal sedang dalam keadaan maksiat? Bagaiamana jika saya meninggal dalam keadaan menyakiti hati orang lain dan belum memohon maaf kepadanya? Apakah orang itu mau memaafkan saya?
Begitu banyak hal yang berkecamuk di dalam hati saya setelah kematian bapak tersebut yang terkesan tiba-tiba dan tanpa pesan ataupun isyarat apapun. Namun, jika Allah telah berkehendak, apa yang bisa kita lakukan?
Lalu apa yang telah saya persiapkan untuk menyambut kematian? Sesuatu yang pasti tetapi sering saya lupakan untuk mempersiapkan bekalnya. Ya Allah, kematian bapak itu telah membuat saya belajar. Belajar untuk memperbaiki diri. Karena tak ada yang tahu kapan saya akan mati. Bahkan yang masih (merasa) muda tidak ada jaminan jika tidak akan dipanggil oleh-Nya terlebih dahulu.
Bisa jadi banyak yang berkata jika mumpung masih diberi kesempatan hidup kita harus menikmati hidup sepuasnya. Hal itu mungkin tidak ada salahnya. Hanya saja alangkah lebih baiknya jika kita menikmati hidup dengan terus mendekat kepada-Nya dan mempersiapkan bekal yang akan kita bawa ke alam akhirat. Kematain bapak tersebut membuat saya belajar untuk mulai memperbaikai diri, sedikit demi sedikity. Dan saya hanya berharap jika kematian bapak tersebut, benar-benar akan membawa saya ke jalan penuh kebaikan. (end)