Literasi Digital : Gaya Baru Dunia Literasi Di Era Industri 4.0 -Saya masih ingat dulu saat masih SD, Bapak sering membawakan buku-buku cerita dari perpustakaan sekolahnya. Selain itu bapak juga sering membelikan majalah-majalah seperti Joyoboyo, Panjebar Semangat, Bobo juga koran-koran lainnya seperti Bernas dan Kedaulatan Rakyat

Kebiasaan membaca itu terus berlanjut meski bapak kemudian tiada saat saya kelas 4 SD. Hanya saja tidak ada lagi yang membawakan buku bacaan dari perpustakaan sekolah. Akhirnya karena keterbatasan dana kami baca-baca ulang buku, majalah, dan koran yang pernah di belikan oleh bapak.

Masa SMA , saya mulai mengenal majalah Intisari, Sabili, Anida, Anita Cemerlang, Majalah Gadis, Majalah Hai, Majalah Tempo, dan satu buku tebal yang tak pernah saya lupa berjudul Soe Hok Gie. Saya sangat tertarik dengan cara penulisan di majalah ataupun buku tersebut. Dalam hati saya berkata bahwasaya bisa juga menulis seperti mereka.

Waktu bergulir, hingga kemudian saya menikah menemukan seorang penulis dari Pekanbaru. Namanya Nurahman Effendi. Dialah guru literasi saya pertama kali. Mengajari cara menulis yang benar, dan mengirimkannya ke media masa. Koran Riau Pos waktu itu mau memuat puisi dan cerpen saya. Dan saya menikmati honor dari mengirimkan cerita Rp.50.000 per cerita. Itu tahun 2008. Uang Rp 50.000 masih cukup berharga.

Seiring bergulirnya waktu, saya harus juga menguasai PUEBI agar tulisan sesuai dengan standar kepenulisan yang telah ditentukan. Seperti malam tadi, di Kelas Growthing Blogger bersama mbak Gemaulani dengan tema Teknik Menulis dan Editing Blogpost. Saya diajarkan bagaimana menulis seperti menentukan jenis tulisan, membuat outline, menulis yang benar sesuai dengan PUEBI, dan teknik mengedit tulisan.

Ketika saya bisa menulis dengan baik, maka pembaca pun akan senang karena tulisan enak dibaca dan mungkin juga memiliki kesempatan dilirik media. Apalagi saat ini, media luring bertebaran dan tentu saja membutuhkan kontributor yang mumpuni. Media daring kini telah mengganti media cetak.

Salah satu alasan media luring sekarang ini berpindah ke media daring, karena pola kehidupan manusia yang sudah berubah dari manual ke serba digital. Di mana kehidupan manusia semakin dipermudah hanya dari ujung jari. Selain itu alasan lainnya karena rendahnya minat baca generasi masa kini di media cetak dan berganti ke media online.

Benarkah Minat Baca Orang Indonesia Rendah?

Pernahkah kalian baca tentang pernyataan UNESCO yang mengatakan bahwa Indonesia menempati urutan kedua dari bawah tentang literasi dunia? Ini berarti menyatakan bahwa Indonesi minat bacanya amat sangat rendah, hanya sekitar 0,001%. Berarti hanya sekitar 1 orang saja yang membaca dari 1000 populitas.

Baca Juga :

-Indonesia Darurat Membaca? Saya Salah Satu Pelakunya

Orang yang memiliki minat baca berarti bagaimana seseorang antusias melakukan kegiatan membaca tanpa paksaan. Mereka memiliki ketertarikan sendiri terhadap dunia baca, menikmati setiap detik kegiatan membaca dan selalu haus akan asupan bacaan sepanjang waktu.

Literasi digital

Berdasarkan jurnal salah satu mahasiswa STKIP PGRI Lamongan menyatakan bahwa pada penelitian Perpustakaan Indonesia pada tahun 2017 yaitu rata-rata orang indonesia hanya membaca 3-4 buku perminggu. Sedang jumlah buku yang ditamatkan pertahun hanya sekitar 5-9 buku. Secara total data, Perpustakaan Nasional merilis data bahwa peminat baca buku hanya sekitar 36, 84%. Ironisnya pengguna internet di Indonesia adalah separuh dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 132 juta jiwa.

Mengapa minat baca di Indoensia sangat rendah?

1. Tidak Adanya Contoh Nyata dari Keluarga

Setiap pribadi tumbuh dan membesar dari sebuah keluarga kecil. Jika tidak ada suri tauladan dari orangtua akan pentingnya membaca atau asyiknya membaca, tentu saja kegemaran membaca ini tidak pernah terpupuk.

2. Mahalnya Harga Buku

Taraf ekonomi mayoritas warga Indonesia yang masih tergolong rendah membuat harga buku juga terlihat mahal. Rata-rata harga buku yang berkisar mulai Rp 50,000,00 (itupun hanya beberapa buku) masih menjadi beban berat dan tergolong mahal.

Nilai sebesar itu bagi sebagian masyarakat terlihat sia-sia. Kita membeli buku, lalu membacanya mungkin hanya butuh beberapa jam (jika nonstop), tetapi jika kita menjual kembali buku tersebut mungkin tak akan seberapa nilainya.

3. Fasilitas Perpustakaan yang Belum Lengkap dan Memadai

Tidak semua perpustakaan bisa melakukan pelayanan pada hari libur atau di luar jam kerja. Seperti contoh Perpustakaan di Pekanbaru “Perpustakaan Usman Harun”, mereka melayani di hari Sabtu dan Minggu, dan juga buka hingga pukul 8 malam setiap harinya. Belum lagi suasananya yang sangat cozzy plus koleksi bukunya sangat lengkap membuat siapapun yang mengunjunginya akan sangat tertarik untuk datang kembali.

Tetapi tidak semua daerah memiliki perpustakaan seperti ini. Andai setiap daerah memilikinya maka kemungkinan besar akan mampu meningkatkan minat baca masyarakat karena perpustakaannya bernuansa rekreasi.

4. Berubahnya Pola hidup Masyarakat ke Dunia Serba Digital

Segala hal saat ini akan sangat mudah hanya dari ujung jari. Smartphone memiliki peranan penting bagi semua lapisan masyarakat mulai untuk berbelanja, berkomunikasi, bekerja, mendapatkan informasi bahkan saat ini sekolah melakukan roses belajar mengajar secara daring. Terlebih lagi semenjak corona menyerang, kita butuh sesuatu yang cepat tetapi tidak perlu keluar rumah.

Literasi Digital

Nah, saya yang sedikit melek literasi ini tentunya tidak boleh tinggal diam. Saya harus melakukan sesuatu agar Literasi Digital benar-benar bisa menarik minat baca masyarakat luas adalah salah satunya menjadi blogger.

Menjadi blogger berarti saya harus bertanggung jawab menyajikan cerita yang menarik, akurat dan tidak kaku. Sehingga semua kalangan atau lapisan masayrakat dapat menikmatinya.

Lalu pertanyaanya sekarang, apakah literasi digital itu penting dan mengapa harus meramaikannya?

Alasan Literasi Digital Penting bagi Masyarakat

Melihat mobilitas dan pola hidup masayarakat yang telah sangat jauh berubah, kita harus tetap memiliki alasan mengapa literasi digital itu sangat penting di era industri 4.0 saat ini dan mengapa kita harus mengaungkannya:

1. Inovasi Teknologi

Munculnya internet dan media sosial membuat generasi masa kini lebih senang menatap gawai daripada buku. Juga pola hidup masyarakat yang lebih memilih kepraktisan, kurang minat dengan membuat buku fisik. Selain itu, munculnya internet dan media sosial tersebut telah mengubah cara baca baru era digital.

Dunia seperti dalam genggaman karena adanya inovasi teknologi yang terus menerus. Kamu bisa melakukan segala hal lewat genggaman atau saat smartphone ada di tangan. Mulai dari membaca web, konten berita, mail, e-book, e-joural maupun tugas-tugas kantor

2. Penghijauan

Pencetakan buku tentu membutuhkan kertas. Kertas terbuat dari bubur kayu. Untuk membuat 1 rim kertas saja tentu memerlukan 1 pohon berusia 5 tahun. Jadi bayangkan untuk membuat beratu-ratus buku ataupun ribuan buku,. Berapa banyak perusahaan kertas membutuhkan pohon?

3. Dengan Literasi Digital Informasi Lebih Cepat Diterima

Literasi digital membuat masyarakat lebih mudah dan cepat menerima penyebaran informasi. Contoh misalkan informasi sebuah buku baru, maka teknologi dengan mudah bisa mendeteksi berapa banyak buku tersebut telah memberi informasi, berapa banyak yang telah membaca buku tersebut, berapa banyak yang telah mengunduhnya.

Yuk mari kita gaungkan budaya literasi digital terlebih lagi di Era industri 4.0 ini dengan memanfaatkan kecanggihan – kecanggihan perangkat digital yang telah memudahkan kehidupan semua orang.